Selasa, 03 Agustus 2010

PENYAKIT-PENYAKIT DALAM MASA NEONATAL
A.    INFEKSI PADA NEONATUS
Infeksi pada neonatus di negeri kita masih merupakan masalah yang gawat, Hal ini tidak mengherankan karena rumah sakit ini merupakan rujukan untuk Jakarta dan sekitarnya.
Infeksi pada noenatus lebih sering ditemukan pada bayi berat-badan-lahir rendah. Infeksi itu lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit daripada yang lahir di luar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat imunitas transplasenter terhadap kuman-kuman yang berasal dari ibunya . bayi yang lahir dirumah sakit didekatkan pada kuman-kuman yang bukan saja berasal dari ibunya sendiri, melainkan juga bersal dari ibu-ibu lain. Terhadap kuman-kuman yang terakhir ini bayi tidak mempunyai imunitas.

Patogenesis
Infeksi pada neonatus dapat melalui beberapa cara. Blanc (1961) membaginya dalam 3 golongan, yaitu infeksi intranatal, dan infeksi postnatal.

Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke plasenta. Disini kuman ini meliwati batas plasenta dan mengadakan intervillositis. Salanjutnya, infeksi melalui vena umbilikasi masuk kejanin. Kuman yang dapat memasuki janin melalui jalan ini ialah:
a)      Virus: rubella,poliomielitis, koksakie, variola, vaksinia, sitomegalovirus;
b)      Spirokaeta: sifilis;
c)      Bakteria: jarang sekali meliwati plasenta, kecuali escherichia coli dan listeria monocytogenes.

Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Human dari vagina naik dan masuk kedalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah lama mempunyai peranan penting dalam timbulnya klasintetis dan amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh, misalnya pada partus lama dan sering kali dilakukan pemeriksaan vagina. Janin kena infeksi karena menginhalasi likour yang septik, sehingga terjadi pnemonia konginetal atau karena kuman-kuman memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan  septikimia. Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush.

Infeksi postnatal      
Infeksi ini terjadi sesudah bayi lahir lengkap dan biasanya merupakan infeksi yang diperoleh (acquired infection). Sebagian besar infeksi yang menyebabakan kematian terjadi sesudah bayi lahir sebagai akibat penggunaan alat, atau perawatan yang tidak steril, atau karena cross-infection. Infeksi postnatal ini sebetulnya sebagian besar dapat dicegah. Hal ini penting sekali karena mortalitas infeksi postnatal sangat tinggi. Seringkali bayi lahir di rumah sakit terkena infeksi dengan kuman-kuman yang sudah tahan terhadap banyak jenis antibiotika, sehingga menyulitkan pengobatannya.

Diagnosis
Diagnosis infeksi pada neonatus sangat penting untuk kepentingan bayi itu sendiri, tetapi lebih penting lagi untuk kamar bersalinnya dan untuk tempat perawatannya (Kamar bayi = norsery). Diagnosis infeksi ini memang tidak mudah karena tanda khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua sering kali tidak ditemukan. Biasanya diagnosis dapat dibuat dengan pengamatan yang cermat, anmnesis kehamilan dan partus yang teliti, dan akhirnya dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Seringkali diagnosis didahului oleh persangkaan infeksi, kemudian berdasarkan persangkaan itu diagnosis dapat ditetapkan dengan pemeriksaan selanjutnya.
Infeksi pada bayi cepat sekali meluas menjadi infeksi umum, sehingga gejala-gejala infeksi lokal tidak menonjol lagi. Walaupun demikian, diagnosis dini dapat dibuat kalau kita cukup waspada bahwa kelainan tingkah laku bayi dapat merupakan tanda-tanda permulaan infeksi umum. Kalau bayi, terutama bayi BBLR (Berat-badan-lahir-rendah=low birth wight), selama 72 jam pertaa tidak menunjukan gejala-gejala penyakit tertentu, tiba-tiba tingkah lakunya berubah, maka mungkin sekali hal itu disebabkan oleh infeksi.
Tanda infeksi pada bayi biasanya tidak khas seperti yang terdapat pada bayi yang lebih tua atau pada orang dewasa. Dapat disebut beberapa gejala, yaitu : malas minum, gelisah, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba turun, pergerakan kurang, dan diarea. Selain itu dapat terjadi edema, purpura, ekterus, hepatosplenomegalia, dan kejang. Suhu dapat meningkat, normal, atau dapat kurang dari pada normal. Pada bayi BBLR sering kali terdapat hiputermia dan skelerema. Umumnya, kalu bayi itu not doing well, kemungkinan besar ia menderita infeksi.

Jenis infeksi, diagnosis dan pengobatan
Infeksi pada neonatus dapat dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu infeksi berat (major infection) dan infeksi ringan (minor infection).

Infeksi berat
Dalam golongan Infeksi berat termasuk sifilis kongenita, sepsis neonatorum, meningitis, pneumonia, diarea epidemik, pielonefritis, ostetis akuta, dan tetanus neonatorum.

1.      Sifilis kongenita
Infeksi dengan Treponema pallidum (Spirochaeta pallida), penyebab sifilis biasanya terjadi dalam masa antenatal. Sefilis pada wanita dalam kehamilan dibahas dalam bab lain.
Akibat sefilisibu terhadap janin tergantung dari (1) beratnya infeksi pada ibu; (2) bilamana pada masa kehamilan tejadi infeksi; dan (3) pengobatan yang diberikan kepada ibu selama hamil. Infeksi pada janin baru timbul sesudah hamilnya lewat 14 minggu oleh karena spirokaeta tidak dapat melintas lapisan sel Langhans pada plasenta muda. Janin yang terkena infeksi dapat lahir mati dalam keadaan maserasi, ia dapat dilahirkan dengan gejala-gejala sefilis kongenita, atau gejala-gejala itu dapat timbul di kemudian. Pada anak yang lahi-mati, spirokaeta dapat di temukan pada hepar, ginjal, tulang-tulang dan kadang-kadang pada paru-paru. Bayi dengan sefilis kongenita sering kali menderita BBLR dan kulit telapak tangan serta kaki menkilat menebal dan mudah terlepas.
Gambaran Klinik
Bayi dapat menunjukkan gelembung-gelembung dan pustula yang di lingkari dasar merah tua. Kelainan-kelainan itu yang sering di temukan sekitar mulut, hidung, genitalia eksterna, anus, dan telapak tangan serta kaki. Haper membesar pada tulang-tulang panjang dengan pemeriksaan radiologik ditemukan ostekondristis. Pernapasan melalui hidung seringkali tergangu karena tertutup oleh sekret. Bayi dengan sefilis kongenita tidak dapat tumbuh dengan baik.
Diagnosis
Perubahan pada kulit, gangguan pernapasn melalui hidung, pembesaran hepar, hasil pemeriksaan radiologik pada tulang-tulang panjang, dan reaksi serologik yang positif dapat menentukan diagnosis. Ditemukannya spirokaeta pallida dalam sekret pada kelainan-kelainan kulit nicaya memastikan diagnosis.
Pengobatan
Penangan yang terbaik ialah pencegahan. Apabila wanita yang hamil dengan sefilis dafat disembuhkan sebelum kehamilannya mencapai 14 minggu, janin dapat dibebaskan sama sekali dari penyakit itu. Apabila ibu masih di obati lewat waktu itu, janin yang mungkin kena infeksi sudah sembuh pada waktu dilahirkan, mungkin pula belumsembuh.
Bayi yang lahir dengan gejala-gejala sefilis kongenita perlu segera diobati. Pengobatan terdiri dari atas pemberian Prokain-penisilin 150.000 sampai 300.000 satuan sehari selama2 minggu.
Apabila ibu sebelum bersalin belum mendapatkan pengobatan cukup, sebaiknya bayinya diberikan pengobatan pula. Apabila ibu sudah diobati dengan sempurna sebelum bersalin, maka anaknya tidak perlu diobati lagi jika ia tidak menunjukkan gejala-gejala sefilis kongenita dan reaksi serologiknya negatif. Semua anak yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita sefilis perlu di awasi selama 2 tahun.
  
2.      Sepsisneonatorum
Gejala sepilis pada neonatus telah diterangkan pada pembicaraan diagnosis infeksi pada neo natus. Dengan menumukan gejala-gejala tersebut, apalagi dengan anamnesis infeksi antenatal atau infeksi intranatal, tindakan kita adalah :
a)      Memberikan antibiotika dengan spektrum luas sambil enunggu biakan darah dan  resistence test. Antibiotika yang dapat diberikan ialah Ampisillin dengan dosis 100mg/kg berat badan, atau kombinasi Ampisilin dengan kanamnisin 15 mg/kg berat-badan, atau Gentamisin 2 mg/kg berat-badan. Sesudah ada hasil biakan, dapat diberi obat yang terarah. Kalau obat ini tidak ada, dapat dicoba dengan Penisillin 50.000 unit/kg berat-badan, atau Kloromisetin dengan dosis yang tidak melebihi 50 mg/kg berat-badan;
Resistensi kuman terhadap Ampisillin dan Gentamisin akhir-akhir ini makin menonjol. Bila mungkin sebagai penggantinya dioberikan sefalosporin generasi ketiga dengan dosis 100 mg/kg berat-badan per 24 jam dibagi dalam dua dosis;
b)      Pemeriksaan laboratorium rutin;
c)      Biakan darah dan resistance test;
d)     Fungsilumbal, biakan dilakukan biakan tinja dan air kencing.

3.      Meningitis
Meningitis biasanya didahului oleh sepsis. Karena itu, pada setiap persangkaan sepsis harus dilakukan fungsi lumbal. Dalam melakukan fungsi lumbal penilaian likuor serebrospinalis harus hati-hati, karena pada umumnya likuor serebrospinalis pada neonatus sifatnya xantokrom, ada pleiositosis, dan reaksi Nonne dan Pandy positif, Penyelidikan di Rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo oleh Monintja dkk menunjukan bahwa jumlah sel yang normal pada neonatus dapat mencapai 20 per mm3. Jadi, kalau pada pemeriksaan likuor jumlah sel lebih dari 20 per mm3, maka hal ini membantu diagnosis meningitis. Meningitis pada neonatus pada umumnya bersifat purulenta. Etiologi terutama ialah Escherichia coli, pneumokokkus, stafilokokkus, dan Streptococcus haemoliticus dan Salmonelosis.
Mula-mula terdapat gejala-gejala seperti pada sepsis yang kemudian dapat disertai dengan kejang, fontanel menonjol, kuduk kaku, dan opistotonus. Kuduk kaku tidak seberapa sering ditemukan pada neonatus.
Diagnosis dapat dibuat dengan anemnesis kehamilan dan partus dengan kemungkinan terjadinya infeksi antenatal, internatal atau postnatal, tanda-tanda klinik, pungsi lumbal, dan pemeriksaan likuor serebrospinalis. Pengobatan sama dengan pengobatan pada sepsis neonatorum, sebagai komplikasi dapat terjadi ventrikulitis, subdural effusion, hiderosefalus, dan gejala sisa neurologik.



4.      Pneumonia kongenital
Infeksi biasanya terjadi intranatal karena hirupan likuor amnii yang septik, gejala pada waktu lahir sangat menyerupai asfiksia neonatorum, penyakit membrana hialin, atau perdarahan intraknial. Diagnosis yang tepat memang sulit. Penting sekali untuk meneliti apakah ada kemungkinan infeksi.
Pneumonia kongenital harus dicurigai kalaw ketuban pecah lama, air ketuban keruh serta berba, dan terdapat kesulitan pernafasan pada saat-saat neonatus itu lahir. Tanda-tanda klinik pada pemeriksaan paru, misalnya ronki, tidak selamanya ada. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan radiolologik toraks, yang harus segera dilakukan.
Resusitasi yang baik segera setelah neonatus lahir harus diselenggarakan. Suhu di[pertahaknan agar tidak terjadi hiportemia antibiotika spektrum luas , misalnnya ampisillin 100 mg/kg berat-badan bersama dengan Kloksasillin 50 mg/kg berat-bada, atau kombinasi Ampisillin 100 mg/kg berat-badan dan Gentamisin 2 mg/kg berat-badan secara parenteral diberikan. Kalau obat-obat ini tidak ada, dapat dicoba Penisillin 50.000 unit/kg berat-badan bersama dengan Kloramfenikol dengan dosis tidak melebihi 50 mg/kg berat-badan. Pada dasarnya antibiotika harus disesuaikandengan pola resistensi kuman setempat.

5.      Pneumonia aspirasi
Penyakit ini merupakan sebab utama kematian bayi BBLR. Hal ini disebabkan karena pada saat pemberiaan makanan per os dimulai, terjadi aspirasi karena refleks menelan dan refleks batuk belum sempurna. Pneumonia aspirasi ini harus dicurigai bila bayi BBLR tiba-tiba menunjukkan gejala letargia, anoreksia, berat-badan tiba-tiba turun, dan kalau terdapat serangan apnea. Diagnosis dapat dibuat dengan pemeriksaan radiologik toraks.

6.      Pneumonia karena airborn infection
Patogenesis penyakit ini sama dengan patogenesis bronkopneumonia pada bayi yang lebih tua. Baiasanya infeksi terjadi karena berhubungan dengan orang dewasa yang menderita infeksi saluran pernafasan. Penyebabnya biasanya pneumokokkus, Haemophilus influenzae, atau virus. Selain itu dapat juga disebabkan oleh E. Colienterokkoks, proteusdan pseudomonas.
Jalannya penyakit biasanya didahului oleh infeksi saluran pernafasan bagi atas dengan rhinitis dan seterusnya. Kemudian terjadi dispnea, pernafasan kuping, hidung, sianosis, dan batuk. Pada pemeriksaan radiologik dapat terlihat bayangan infiltrasi paru-paru. Pengobatan sama dengan bronkopneumoniap yang lain.

7.      Diarea epidermik
Infeksi ini terutama terjadi pada neonatus yang lahir di rumah sakit. Mula-mula terdapat infeksi stafilokkus pada suatu tempat dibadan, kemudian terjadi penyebaran ke paru-paru , sehingga terjadi Pneumonia atau piotoraks, proses ini terjadi dengan cepat dengan gejala sesak napas, dan sianosis; keadaan bayi menjadi buruk, pengebatan terdiri atas pemberian antibiotika yang efektif terhadap stafilokkus, misalnya kloksasillin dan sefalosporin. Pengobatan lai sesuai dengan pengobatan bronkopneumonia yang biasa.

8.      Diarea epidemik
1)   Gastro-enterritis pada bayi seringkali menyebabkan penyebaran dengan mortalitas yang tinggi. Peneyebabnya ialah E. Coli yang bersifat patogen atau lazim disebut Entero- Pathogenic Escherischia coli (EPEC).  Kuman ini mempunyai serotipe yang sangat bervariasi. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta umumnya penyebaran disebabkan oleh OIIIB4H2 dan 086B7.
Patogenesis
EPEC merupakan sebagai dari keluarga E. coli  yang merupakan penghuni normal usus halus manusia. Kemudian, sebagian E.coli  ini dapat menyebabkan diarea pada manusia dan hewan. Pada bayi, EPEC ternyata dapat menyebabkan wabah diarea dengan mortalitas yang tinggi. Karena itu, jenis-jenis E.coli yang dapat menyebabkan diarea disebut EPEC.  Kuman EPEC ini tidak menyerang mukosa usus, hanya bersarang dalam lumen usus. Diarea disebabkan oleh toksin yang dilepaskan oleh kuman ini dan menyebabkan sekresi usus, dapat terjadi dehidrasidan asidosis. Selain itu, diarea karena EPEC seringkali disertai dengan mengurangnya produksi dan aktivitas disakaridase, terutama laktase. Hal ini meningkatkan diarea kalu diberikan susu dengan kadar laktosa yang tinggi. Keadaan ini sangat mempengaruhi terapi dietetik panyakit ini, yaitu kita harus memakai susu yang rendah kadar laktosanya.
     Akibat defisiensi laktase, laktosa tidak dihancurkan dan tidak diserap. Karena itu, laktose terus ke kolon dan akibat fermentasi menjadi asam organik. Hal ini menambah osmotik load kolon yang kemudian menarik air lagi ke dalam lumen dan menyebabkan cairan feses bertambah.
     Pierce (1971) menyatakan bahwa pengetahuan tentang mekanisme terjadinya diarea pada bayi oleh EPEC mempunyai aspek-aspek terapeutik, yaitu :
a)      Antibiotika tidak selalu efektif pada pengobatan diarea disebabkan oleh E.coli patogen karena khasiat antibiotika terhadap setiap serotine koli sangat bervariasi:
b)      Larutan glukosa dan elektrolit dapat diberikan secara oral untuk mengobati dehidrasi yang ringan karena tidak terdapat gangguan penyerapan glukosa;
c)      Pembatasan diit tidak perlu untuk semua makanan, tetapi cukup untuk laktosa; dalam hal ini untuk pemberian makanan harus dipakai susu rendah laktosa.
Gambaran klinik
Penyakit ini dimulai dengan letargia dan anoreksia; berat-badan turun dan kemudian terdapat diarea serta muntah. Tinja biasanya banyak, cair, berwarna hijau atau kuning. Yang agak khas adalah baunya seperti bau sperma. Lama-kelamaan dapat terjadi dehidrasi, asidosis, dan syok. Keadaan yang berat ini dapat terjadi dengan cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam saja.
Pengobatan
Pemberian makanan per os harus dihentikan untuk 6 sampai 24 jam sesuai dengan beratnya diarea. Kalau tidak terdapat dehidrasi selama ini, cukup diberikan glukosa 5% dan NaC1 0,25 N per os dalam perbandingan yang sama. Banyaknya cairan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan badan ditambah dengan cairan yang hilang karena diarea. Kalau terdapat dehidrasi, pemberian cairan perlu ditambah. Bilamana dehidrasi telah diatasi, dapat dimulai makanan per os dengan pemberian susu. Dalam hal ini sebaiknya dipakai susu yang rendah kadar laktosanya.
     Antibiotika dapat diberikan mula-mula berupa Neomisin 50 mg/kg berta-badan sambil menunggu biakan tinja dan sensitivity test; selain itu, dapat dicoba Sefalosporin 50 mg/kg berat-badan. Sesudah ada hasil biakan dan resistance test, dapat diberikan antibiotika yang sesuai.  
2)      Salmonelosis
Salmonelosis mula-mula dikenal pada tahun 1907 waktu Ghon pertama-tama melaporkan sepsis neonatal oleh Salmonnela. Pada mulanya di RSCM Jakarta penyakit ini sering dilaporkan sebagai enteritis oleh Salmonela para-typhi yang dapat menyebabkan sepsis dan meningitis. Dengan majunya perkembangan mikrobiologi ternyata Salmonelosis ini disebabkan oleh beberapa jenis antara lain Salmonela Javiana, Salmonela Havana, Salmonela Oranienburg, Salmonela Senftenberg dan lain-lain. Ternyata letusan diarea epidemik yang terjadi di bangsal bayi baru lahir RSCM yang pada mulanya disangka disebabkan oleh EPEC terbukti disebabkan oleh spesies Salmonela. Sampai saat ini ada dua letusan diarea epidemik dengan angka kematian yang tinggi oleh spesies Salmonela. Penyakit ini dimulai dengan diarea, disertai panas dan ikterus kemudian terjadi sepsis dan meningitis.
Patofisiologi
Mula-mula kuman menyerang traktus digestivus pada usus halus yang mengenai bagian submukosa. Sesudah itu terjadi penyebaran hematogen yang menyebabkan terjadinya sepsis dan meningitis.
Gejala-gejala klinis
Gejala utama ialah diarea yang frekuen, tinja berwarna benih dan cair, dapat disertai dengan linder. Biasanya tidak ada darah. Diareanya  bersifat akut dan bayi dapat jatuh dalam dehidrasi dan asidosis. Gejala lain ialah suhu badan yang meningkat, ikterus, kesulitan pernapasan, konvulsi dan letargi.
Pengobatan
Tahap pertama pengobatan ialah memberikan cairan dan elektrolit untuk mengatasi dehidrasi dan asidosis. Antibiotika perlu segera diberikan karena kuman ini toksis dan mudah menyebar secara hematogen. Antibiotika harus sesuai dengan pemantauan resistensi kuman; pada saat ini obat yang efektif adalah Kloromisetin dengan dosis 50 mg/kg berat-badan, Sefalosporin generasi ketiga misalnya Sefatriaxone dan Amikasin. Ko-trimoksasol, cukup efektif tetapi tidak dapat diberikan pada bayi kurang bulan, neonatus di bawah 2 minggu, dan bayi yang menderita ikterus.



Prognosis
Bila pengobatan terlambat maka angka kematian dapat mencapai 50 %, karena kuman ini cepat menyebar menjadi sepsis, Setiap diare pada neonatus yang disertai dengan panas dan ikterus maka Salmonelosis harus dipikirkan.
9.      Pielonefritis
Bayi yang menderita pielonefritis biasanya menunjuk-kan gejala deman, tidak mau minum, muntah, pucat, dan berta badan turun.
     Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan air kencing. Pada neonatus jumlah sel dalam air kencing menjadi berarti kalau lebih dari 15 per mm³. Pengobatan ialah dengan pemberian Sefalosporin 50 mg/kg berta-badan, sambil menunggu hasil biakan air kencing dan sensitivity test.
10.  Osteitis akuta
Penyakit ini biasanya diakibatkan oleh metastasis sarang infeksi stafilokokkus di tempat ini. Penyebab utama ialah Staphylococcus aureus. Suhu biasanya meningkat, dan bayi tampak sakit berat. Lokal terdapat pembengkakan dan ia menangis kalau bagian yang terkena digerakkan. Keadaan ini dapat ditemukan pada beberapa tempat, terutama pada maksilla dan pelvis.
     Pengobatan ialah dengan pemberian antibiotika, yaitu Kloksasillin 50 mg/kg berat-badan secara parenteral. Pengobatan lokal ialah pengisapan nanah, jika ada.
11.  Tetanus neonatorum
Etiologi
Penyebab penyakit ini ialah Clostridium tetani. Kuman ini bersifat anaerobik dan mengeluarkan eksotoksin yang neurotropik.
Epidemiologi
Clostridium tetani terdapat di tanah dan traktus digestivus manusia serta hewan.
Kuman ini dapat membuat spora yang tahan lama dan dapat berkembang biak dalam luka yang kotor atau jaringan nekrotik yang mempunyai suasana anaerobik.
     Pada bayi penyakit ini ditularkan biasanya melalui tali-pusar, yaitu karena pemotongan tali-pusat dengan alat yang tidak steril. Selain itu, infeksi dapat juga melalui pemakaian obat, bubuk, atau daun-daunan yang digunakan dalam perawatan tali-pusar.
     Penyakit ini masih banyak terdapat di Indonesia dan negara-negara lain yang sedang berkembang. Mortalitasnya sangat tinggi karena biasanya baru mendapat pertolongan bila keadaan bayi sudah gawat. Penanganan yang sempurna memegang peranan penting dalam menurunkan angka mortalitas. Angka kematian tetanus neonatorum di rumah sakit-rumah sakit besar di Indonesia dapat mencapai 80 %.
Tingginya angka kematian ini sangat bervariasi dan sangat tergantung pada saat pengobatan dimuali serta pada fasilitas dan tenaga perawatan yang ada di rumah sakit.
Patologi
Kelainan patologik biasanya terdapat pada otak, pada sumsum tulang belakang dan terutama pada nukleus motorik. Kematian disebabkan oleh asfiksia akibat spasmus laring pada kejang yang lama. Selain itu kematian dapat disebabkan oleh pengaruh langsung pada pusat pernapasan dan peredaran darah. Sebab kematian yang lain ialah pneumonia aspirasi dan sepsis. Kedua sebab yang terakhisr ini mungkin sekali merupakan sebab utama kematian tetanus neonatorum di Indonesia.
Gambaran klinik   
Masa inkubasi biasanya 3 sampai 10 hari. Gejala permulaan ialah kesulitan minum karena terjadinya trismus. Mulut mencucu seperti ikan (karpermond), sehingga bayi tidak dapt minum dengan baik. Kemudian, dapat terjadi spasmus otot yang luas dan kejang umum. Leher menjadi kaku dan dapat terjadi opistotonus. Dinding abdomen kaku, mengeras, dan kalau terdapat kejang otot pernapasan, dapat terjadi sianosis.  Suhu dapat meningkat, Naiknya suhu ini mempunyai prognosis yang tidak baik.   
Diagnosis
Diagnosis tetanus neonatorum tidak susah. Trismus, kejang umum, dan mengkakunya otot-otot merupakan gejala utama tetanus neonatorum. Kejang dan mengkakunya otot-otot dapat pula ditemukan misalnya pada kernicterus, hipokelsimia, meningitis, trauma lahir, dan lain-lain. Gejala trimus biasanya hanya terdapat pada tetanus.
Pengobatan
Pengobatan terutama untuk memperbaiki keadaan umum, menghilangkan kejang, mengikat toksin yang masih beredar, an pemberian antibiotika terhadap infeksi.
a.       Perawatan
1)      Bayi sebaiknya dirawat oleh perawat yang cakap dan berpengalaman. Sebaiknya disediakan 1 perawat untuk seorang bayi. Bayi harus dirawat ditempat yang tenang dengan penerangan dikurangi agar rangsangan bagi timbulnya kejang kurang.
2)      Saluran pernafasan dijaga supaya selalu bersih.
3)      Harus tersedia zat asam. Zat asam diberikan kalau terdapat sianosis atau serangan apnea, dan pada waktu ada kejang.
4)      Pemberian makanan harus hati-hati dengan memakai pipa yang dibuat dari polietilen atau karet.
5)      Kalau pemberian makanan per os tidak mungkin, maka diberi makanan atau cairan intravena.

b.      Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau pemberian obat antikejang. Obat yang dapat dipakai ialah kombinasi Fenobarbital dan Largaktil. Fenobarbital dapat diberikan mula-mula 30-60 mg parenteral, kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg per hari. Largaktil dapat diberikan bersama Luminal, mula-mula 7,5 mg parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari. Kombinasi yang lain ialah Luminal danDiazepam dan dosis ­½ mg/kg berat-badan. Obat anti-kejang yang lain ialah Kloralhidrat yang diberikan lewat rektum.

c.       Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S. (antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari.

d.      Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi infeksi dapat digunakan Penisilin 200.000 satuan setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari sesudah panas turun.

e.       Pencegahan
Pencegahan yang paling baik ialah pemotongan dan perawatan tali-pusat yang baik; harus digunakan bahan-bahan dan lat-alat yang steril. Pemberian vaksinasi dengan suntikan toksoid pada ibu hamil dalam triwulan terakhir dapat memberi proteksi pada bayi.

Infeksi ringan
Termasuk golongan infeksi ringan ialah infeksi pada kulit, oftalmia neonatorum, infekjsi pusat, dan moniliasis.

1.      Pemfigu neonatorum
Biasanya pemfigus neonatorum berupa impetigo bullosa. Infeksi ini disebabkan oleh stafilokokkus. Mula-mula pemfigus timbul sebagai gelembung yang jernih, kemudian berisi nanah dan dikelilingi daerah yang kemerahan.
Gelembung-gelembung ini dapat terjadi berlipat ganda dan menyebabkan gejala-gejala umum yang berat. Kadang-kadang kulit terkelupas dan menjadi dermatitis eksfoliativa (Ritter’s disease).
Pemfigus neonatorum dapat menjadi suau wabah dalam suatu bangsal bayi. Penderita harus di asingkan dan pada perawatan harus di perhatikan syarat-syrat sepsis. Pengobatan lokal terdiri atas pencucian dengan larutan permanganas kalikus. Antibiotika dapat di berikan berupa Kloksasillin 50mg/kg berat-berat badan jika terdapat gejala-gejala umum. Gelembung-gelembung dikeluarkan isinya dan luka pada kulit yang ringan cukup diberi pengobatan lokal dengan salep neomisin Basitrasin.

2.      Oftalmia neonatorum
Blenorea atau konjungtivitis gonoroika disebabkan oleh infeksi gonokokkus (Neisseria gonorrboeae) pada konjungtiva pada waktu bayi melewati jalan-lahir. Selain itu, penyakit dapat ditularkan melaluin tangan perawat yang di kotori dengan kuman ini.
Konjuntiva mula-mula hiperemik; terhadap edama palpebra, bulu mata lekat karena nanah. Penyakit ini dapat bersifat bilateral. Pada tingkat selanjutnya penyakit dapat menyerang kornea dan dapat menyebabkan buta.
Penderita harus diasingkan dan sebagai pengobatan lokal dapat diberi salep mata yang mengandung Neomisin Basistrasin, Kloramfenikol, atau Penisillin. Kadang-kadangperlu diberi antibiotik sebagai pengobatan umum.
Setiap bayi dengan radang konjuntiva harus diperiksa sekritmatanya. Dengan pewarnaan Gram dapat ditemukan gonokokkus sebagai diplokokkus yang Gram-negatifterletak di dalam dan di luar sel.
Pencegahan dengan cara Creade sampai sekarang masih diakui sebagai cara yang terbaik. Segera sesudah bayi lahir, mata di tetesi larutan nitras argenti 1%; obat ini harus sering diganti supaya tetap baru. Kalau terdapat iritasi, mata dapat dibilas dengan garam fisiologik. Akhir-akhir ini untuk mengurangi kecelakaan-kecelakaan akibat nitras argenti, dipakai obat tetes antibiotika.

3.      Infeksi pusat
Ujung pusat seringkali kena infeksi staphylococcus aureus. Tempat itu mengeluarkan nanah dan sekitarnya meraqh serta ada edama. Pada keadaan yang berat, infeksi dapat menjalar ke hepar melalui legamentum falsiformedan menyebabkan abses yang berlipat ganda.pada keadaan menahundapat terjadi granuloma pada umbilikus.
Sebagai pengobatan lokal diberi salep yang mengandung neomisin dan Basitrasin. Selain itu dapet juga dipake salep Gentaminisin. Kalu terdapat granuloma, dapat diolesi dengan larutan nitras argenti3%.
Pencegahan daat dilakukan dengan perawatan tali pusat yang baik. Jika ditempat perawatan bayi banyak terdapat infeksi dengan stafilokokkus, maka perawatan tali pusat dapat dilakukan sebagai berikut : setelah tali pusat dipotong, ujung tali pusat dioles dengan tingtura jodii. Kemudian, tangkai tali pusat, dasar tali pusat dan kulit sekeliling tali pusat dapat dioles dengan triple-dye. Ini ialah campuran  brillian green 2,29 g, proflavine helmisulfate 1,14 g, dan crystal violet 2,29 g dalam satu liter air. Sekiranya obat ini tidak ada, dapat digantikan dengan merkurokrom. Tali pusat cukup di tutup dengan kasa sterildan diganti setiap hari.

4.      Moniliasis
Aldida alblikans merupakan jamur yang sering ditemukan pada bayi. Biasanya jamur tidak menimbulkan gejala bersifat saprofit. Dalam keadaan tertentu, bila daya tahan bayi turun, atau pada penggunaan antibiotika dan/atau kortikosteroid yang lama dapat tejadi penumbuhan jamaur ini secara cepat dan menimbulkan infeksi berupa stomatitis (oral thrush), dermatitis, bahkan infeksi parentral.
Infeksi mula-mula terdapat di mulut, kemudian di esofagus dan di traktus digestivus yang menyebabkan diarea. Pada bayi yang mendapatkan makanan parenteral yang lama, sering terjadi kematian karena infeksi kandida parenteral (sepsis).
Stomatitis biasanya mulai sebagai bercak-bercak putih pada lidah, bibir, dan mukosa pada mulut. Hal ini dapat di bedakan dengan sisa-sisa susu karena susah dilepaskan dari dasarnya. Diagnosis dapat dibuat dengan membuat sediaan apus yang diwarnai dengan methylene blue. Dalam sediaan akan terlihat mesilium dan spora yang khas. Sebagai pengobatan lokal diberi gentian violet 0,5 % yang dioleskan pada lidah dan mukosa mulut. Obat yang lebih baik, tetapi lebih mahal, ialah Mycostatin (Nyastatir) oral solutin  dengan dosis 3 kali 100.000 satuan setiap hari. Dapat juga di coba Amfetarisin (Fungilin) selama satu minggu.

Pencegahan infeksi pada bayi
Infeksi pada bayi dpat merupakan penyakit yang berat dan sangat sulit diobati. Infeksi itu tidak asaja berbahay untuk bayi yang terkena infeksi. Tetapi juga untuk bayi-bayi yang dirawat bersama karena kemungkinan cross-infection. Oleh sebab itu, lebih penting mencegah terjadinya infeksi daripada mengobati bayi yang dapat infeksi.
Cara pencegahan infeksi pada neonatus dibagi sebagi berikut : cara umum dan cara khusus.

1.    Cara umum
a.    Pencegahan infeksi bayi sudah harus dimulai dalam masa antenetal. Infeksi ibu harus diobatidengan baik, misalnya infeksi umum, lokorea, dan lain-lain. Dalam kamar bersalin harus ada pemisah yang sempurna antara bagian yang septi dan bagian yang aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga perawatan, alat kedokteran, dan alat perawatan. Ibu yang akan melahirkan sebelum masuk kamar bersalin sebaiknya dimandikan dahuludan memakai baju khusus untuk kamar besalin. Pada kelahiran bayi harus diberi pertolongan secara aseptik. Suasana kamar bersalin harus sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan untuk resusitasi haruis steril.
b.    Dalam bangsal bayipun harus ada pemisah yang sempurna antara bayi yang baru lahir dengan partus aseptik. Pemisahan ini harus mencakup tenaga, fasiltas perawatan, dan alat-alat. Selain itu, harus terdapat kamr isolasi untuk bayi yang perlu diasingkan. Perawat harus mendapat pendidikan khusus dan mutu perawatannya harus lebih tinggi daripada yang merawat bayi lebih tua. Apalagi kalau bangsal perawatan bayi itu merupakjan suatu special care nursery. Sebelum dan sesudah memegang bayi perawat harus mencuci tangan. Mencuci tangan sebaiknya memakai sabun antiseptik atau sabun biasa asal saja cukup lama (1 menit). Dalam ruang petugas harus memakai jubah steril, sandal khusus; dalam ruangan tidak boleh banyak bicara. Kalau perawat atau dokter menderita penyakit saluran pernafasan bagian atas, ia tidak boleh masuk ruangan.
Dapur susu harus bersih dan cara mencampur susu harus aseptik. Pengunjung yang mau melihat bayi melalui jendela kaca. Air susu ibu yang dipompa sebelum diberikan kepada bayi harus dipasteurisasi. Setiap bayi harus mempunyai tempat sendiri untuk pakaian, termometer obat-obat, kasa, dan lain-lain. Inkubator harus selalu dibersihkan. Lantai ruangan setiap hari dibersihkan benar-benar, dan setiap minggu dicuci dengan menggunakan antiseptikum.

2.    Cara khusus
Pemberian antibiotika hanya dibolehkan untuk tujuan dan indikasi yang jelas. Dalam beberapa hal, misalnya ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam), air ketuban keruh, infeksi umum pada ibu, partus lama dengan banyak tindakan intravaginal, resusitasi yang berat, dan sebagainya sering timbul keraguan-keraguan apakah akan diberi antibiotika secara profilaktik. Disatu pihak penggunaan antibiotika yang banyak dan tidak terarah dapat menyebabkan timbulnya strain kuman yang bertahan dan penumbuhan fungus yang berlebihan, misalnya Candidas albicans. Sebaliknya, pemberian antibiotika terlambat pada penyakit infeksi neonatus, sering mengakibatkan kematian. Berdasarkan hal-hal di atas dapat dipakai kebijaksanaan sebagai berikut :
a)    Kalau kemampun pengamatan klinik dan monitoring labotarium cukup baik, sebaiknya tidak perlu diberi antibiotika sebagai pencegahan; antibiotika baru diberikan kalau terdapat tanda-tanda infeksi;
b)   Kalau kemampuan tersebut tidak ada, maka dapat dipertanggungjawabkan untuk memberi antibiotika sebagai pencegahan berupa Ampisillin 100 mg/kg berat-badan dan kamnisin 15 mg/kg berat-badan selama 3 hari; sebagai pengganti Kanamisin dapat dipakai Gentamisin.
Selain hal-hal yang telah diterangkan di atas, petugas yang merupakan carrier kuman tertentu, misalnya E. coli patogen, harus hati-hati dalam menjalankan tugas perawatan. Masih merupakan persoalan yang belum terpecahkan apakan carrier ini harus dilarang bekerja di tempat perawatan bayi atau harus diobati dahulu. Namun, selama syarat aseptik dan antiseptik diperhatikan, kemungkinan bahwa petugas tersebut menularkan penyakit berkurang.

3.    Perawatan gabung (rooming in)
Suatu cara yang tepat untuk mencegah infeksi adalah perawatan gabung. Perawatan gabung berarti ibu dan bayi dirawat bersama dalam satu ruangan yang tidak terpisah. Manfaat perawatan gabung ialah : 1) infeksi silang dibatasi; 2) promosi penggunaan air susu ibu; 3) ibu dapat segera dilatih keterampilannya mengurus bayi; 4) hubungan psikologik ibu dan bayi yang lebih baik; 5) membantu tenaga perawatan.
Seringkali timbul pertanyaan apakah dengan adanya kunjungan keluarga tidak menambah infeksi? Ternyata penelitian di Indonesia dan pengalaman di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta infeksi silang lebih banayk terdapat pada bayi yang dirawat terpisah. Pada rooming in infeksi silang dapat dibatasi lagi dengan membatasi pengunjuangan yaitu mereka yang menderita demam, batuk pilek dan diare tidak boleh masuk kamar ibu dan bayi. Demikian pula sebaliknya pengunjung tidak boleh memegang bayi.
Walaupun perawatan gabung ini banyak kebaikannya, bayi yang tidak dapat dirawat secara ini adalah :
1.    Bayi yang lahir dengan asfiksia neonatal.
2.    Bayi dengan kesulitan pernafasan.
3.    Bayi dengan cacat bawaan.
4.    Bayi yang lahir dengan partus dengan tindakan.
5.    Bayi yang menderita diabetes.
6.    Bayi yang berat lahirnya kurtang dari 2.250 gram.
7.    Bayi yang masa kehamilannya kurang dari 37 minggu.
8.    Bayi yang sakit.
9.    Ibu yang sakit.
     Penyimpangan dari kebijaksanaan ini tentu saja dapat dilaksanakan asal ada pengawasan ketat dari dokter.
     Dalam perawatan gabung ini sang ibu harus diberi intruksi pengamatan gejala-gejala yang berbahaya yaitu:
1.      Kesulitan pernafasan, frekuensi pernafasan lebih dari 60 menit.
2.      Perdarahan.
3.       Muntah.
4.      Sianosis.
5.      Kejang atau tremor.
6.      Ikterus.
7.      Perut kembung.
8.      Diare.
9.      Tidak mau menetek (minum).
10.  Tangisan bayi yang lemah atau terlalu keras.
Bila terdapat gejala ini harus segera dilaporkan pada perawat atau dokter.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar